Menunda Amal Tanda Kebodohan

MENUNDA AMAL KEBAIKAN KARENA MENANTIKAN KESEMPATAN YANG LEBIH BAIK ADALAH TANDA KEBODOHAN. MENUNDA AMAL TANDA KEBODOHAN

MENUNDA AMAL KEBAIKAN KARENA MENANTIKAN KESEMPATAN YANG LEBIH BAIK ADALAH TANDA KEBODOHAN.

Hikmat yang lalu memaparkan kebodohan (https://patriapurwakarta.com/sikap-orang-bodoh/ ) yang timbul karena kejahilan tentang kekuasaan Tuhan. Sedangkan Hikmat 26 ini memaparkan kebodohan yang timbul disebabkan oleh kelalaian.

Orang yang mabuk dibuai oleh ombak kelalaian tidak dapat melihatbahwa pada setiap detik, pintu rahmat Allah swt senantiasa terbuka dan Allahswt senantiasa siap berhadapan kepada hamba-hamba-Nya.

Setiap saat adalah kesempatan dan tidak ada kesempatan yang lebih baik dibandingkan dengan kesempatan dimana Dia memperlihatkan diri-Nya kepada kita. Kesempatan yang paling baik ialah kesempatan dimana kita sedang berada di dalamnya.

Kelalaian adalah buah dari panjang angan-angan. Sedangkan panjang angan-angan datangnya dari pohon lemah ingatan mendekati mati. Jadi, obat yang paling mujarab untuk mengobati penyakit kelalaian ialah dengan memperbanyak mengingat mati. Apabila ingatan kepada mati sudah kuat maka seseorang itu tidak akan mengabaikan kesempatan yang ada baginya untuk melakukan amal shalih.

Sabda Rasulullah saw, “Orang yang cerdas adalah orang yang mempersiapkan dirinya dan beramal untuk hari setelah kematiannya, sedangkan orang yang bodoh adalah orang yang jiwanya mengikuti hawa nafsunya dan berangan-angan kepada Allah.” (HR Imam Ahamd, no. 16501; Imam Tirmidzi, no. 2383; Imam Ibnu Majah, no. 4250)

Lakukan Amal Kebaikan Segera Tanpa Di Tunda Tunda

Hikmat ke 26 secara umum dapat ditafsirkan sebagai menganjurkan agar segala amal kebaikan dilakukan dengan segera tanpa ditunda-tunda. Jika diperhatikan Kalam-kalam Hikmat yang lalu dapat difahami bahwa Hikmat yang dipaparkan berperan membimbing seseorang pada jalan kejiwaan.

Amal yang ditekankan adalah amal yang berhubungan dengan pembentukan ruhani. Hikmat 27 nanti akan membicarakan tentang maqam yaitu suasana kejiwaan. Jadi, jika ditafsirkan secara khusus, Hikmat 26 ini menganjurkan agar bersegera melakukan amal-amal yang perlu untuk mempersiapkan hati agar dapat menerima kedatangan hal-hal dan selanjutnya mencapai maqam-maqam.

Amal yang bersangkutan ialah latihan kejiwaan menurut thariqat tasawwuf. Latihan yang demikian harus disegerakan begitu mendapat kesempatan, tanpa menanti kedatangan kesempatan yang lain yang diharapkan lebih baik dan lebih sesuai.

Ketika menjalani latihan kejiwaan secara thariqat tasawwuf, kehidupan hanya dipenuhi dengan amal ibadah seperti shalat, puasa, dzikir dan lain-lain. Semua amal perbuatan tersebut dilakukan bukan bertujuan untuk mengejar surga tetapi semata-mata untuk mendapatkan keridhaan Allah swt dan mendekatkan diri kepada-Nya.

Amal perbuatan seperti inilah yang membuka pintu hati untuk berpeluang mengalami hal-hal yang dapat membawa hasil yang diharapkan yaitu makrifatullah. Siapa yang benar-benar ingin mencari ridha Allah swt dan berhasrat untuk mendekati-Nya serta mengenali-Nya hendaklah jangan ditunda-tunda lagi.

Jangan dicari kesempatan yang lebih baik. Jangan menjadikan masalah keduniaan sebagai alasan untuk menunda tindakan bersegera mencari keridhaan Allah swt. Bulatkan tekad, kuatkan azam, masuklah ke dalam golongan ahli Allah swt yang beramal dan bekerja semata-mata karena Allah swt.

Benamkan diri sepenuhnya ke dalam suasana “Allah” semata-mata dan tinggalkan apa saja yang selain Allah swt sesegera mungkin. Anggap latihan yang demikian seperti keadaan ketika menunaikan fardu haji di Tanah Suci.

Selama di Tanah Suci, segala-galanya yang di tanah air sendiri ditinggalkan. Di hadapan Baitullah seorang hamba menghadap dengan sepenuh jiwa raga kepada Tuhannya. Dia tidak mengkhawatirkan keluarga, harta dan pekerjaan yang ditinggalkan karena semuanya sudah diserahkannya kepada penjagaan Allah swt. Allah swt adalah Pemegang amanah yang paling baik.

Dia menjaga dengan sebaik-baiknya apa yang diserahkan kepada-Nya. Syarat penyerahan itu adalah keyakinan. Perlu juga dinyatakan bahwa latihan kejiwaan secara thariqat tasawwuf bukanlah satu-satunya jalan kepada Allah swt. Tujuan utama latihan secara tasawwuf adalah untuk mendapatkan ikhlas dan penyerahan yang menyeluruh kepada Allah swt. Ikhlas dan penyerahan dapat juga diperoleh walaupun tidak menjalani thariqat tasawwuf, tetapi tanpa latihan khusus pembentukan hati pada suasana yang demikian adalah sulit untuk dilakukan.

Menunda Amal Tanda Kebodohan

Jalan yang tidak ada latihan khusus adalah jalan kehidupan sehari-hari. Pada jalan ini orang yang beriman perlu bekerja keras untuk menjalankan peraturan Islam dan mempertahankan iman. Pancaroba dalam kehidupan sehari-hari sangat banyak dan orang yang beriman perlu berjalan dicelah-celahnya, menjaga diri agar tidak dikalahkan oleh penggoda. Kewaspadaan dalam kehidupan sehari-hari itu adalah sifat takwa. Orang yang bertakwa adalah orang yang mulia di sisi Allah swt.

Jalan manapun yang dilalui, tujuannya adalah memperolehi ikhlas, berserah diri dan bertakwa kepada Allah swt.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ahli Asbab dan Ahli Tajrid Syarah kitab Al Hikam

Mata Hati Yang Buta, Hijab Nafsu dan Hijab Akal