Tiada Kesempurnaan Tanpa Ikhlas

TIADA KESEMPURNAAN TANPA IKHLAS : TANAMKAN WUJUD KAMU DALAM BUMI YANG TERSEMBUNYI KARENA YANG TUMBUH DARI SESUATU YANG TIDAK DITANAM ITU TIDAK SEMPURNA HASILNYA.

TIADA KESEMPURNAAN TANPA IKHLAS : TANAMKAN WUJUD KAMU DALAM BUMI YANG TERSEMBUNYI KARENA YANG TUMBUH DARI SESUATU YANG TIDAK DITANAM ITU TIDAK SEMPURNA HASILNYA.

Hikmat yang lalu, (https://patriapurwakarta.com/ikhlas-adalah-ruh-nya-seluruh-amal-perbuatan/ ) mengarahkan pandangan kita kepada ikhlas.

Ikhlas menjadi kekuatan yang menolak syirik. Jalan syirik adalah kepentingan diri sendiri. Oleh karena itu, diri sendiri mesti diperhatikan, untuk menghindari terjadinya syirik.

Bila kepentingan diri sendiri dapat ditundukkan barulah akan muncul keikhlasan.

وَفِي أَنفُسِكُمْ ۚ أَفَلَا تُبْصِرُونَ [٥١:٢١]
“Dan juga pada diri kamu sendiri. Maka mengapa kamu tidak mau melihat serta memikirkan (dalil-dalil dan bukti itu)?” (Surah adz-Dzaariyaat : Ayat 21)

Hikmat 11 ini, – Tiada Kesempurnaan Tanpa Ikhlas – mengajak kita menyelami persoalan yang lebih halus yaitu hakikat diri kita sendiri atau kewujudan kita.

Tiada Kesempurnaan Tanpa Ikhlas

Jasad kita dijadikan dari tanah, maka kembalikan ia (jasad) kepada tanah, yaitu dengan cara ia (jasad) harus dilayani sebagai tanah supaya tidak melakukan tipu daya.

Ketika kita sudah dapat menghalangi pengaruh jasad maka akan kita hadapi roh kita. Roh datangnya dari Allah swt, karena roh adalah urusan Allah swt, maka kembalikan ia kepada Allah swt.

Apabila seorang hamba itu sudah tidak terikat lagi dengan jasad dan roh, maka jadilah dia wadah yang sesuai untuk diisi oleh Allah swt.

Pada awal perjalanan, seseorang pengembara kejiwaan membawa bersamanya sifat-sifat basyariah serta kesadaran terhadap dirinya dan alam nyata.

Dia dikendalikan oleh kehendak, pemikiran, cita-cita, angan-angan dan lain-lain. Unsur-unsur dalam alam seperti barang tambang, dimana tumbuh-tumbuhan dan hewan ikut mempengaruhinya.

Latihan kejiwaan menghancurkan sifat-sifat yang keji dan memutuskan rantai pengaruh unsur-unsur alam.

Jika diperhatikan Kalam-kalam Hikmat yang lalu (haqiqah suffiyah hikmat ke 1 – 10 ), kita dapat melihat bahwa hijab nafsu dan akal telah membungkus hati, sehingga kebenaran tidak kelihatan.

Akal Yang Di tutupi Hawa Nafsu

Akal yang ditutupi oleh kegelapan nafsu, yaitu akal yang tidak menerima pancaran nur, tunduk kepada perintah nafsu. Nafsu tidak pernah kenyang, dan akal senantiasa memiliki jawaban dan alasan untuk memberi pembenaran kepada nafsu.

Hujah akal menjadi dinding yang kukuh untuk persembunyian nafsu. Jangan memandang enteng pada kekuatan nafsu dalam menguasai akal dan pancaindera.

Al-Quran telah memberi peringatan mengenainya:

أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلًا [٢٥:٤٣] أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ ۚ إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ ۖ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلًا [٢٥:٤٤]
“Nampakkah (wahai Muhammad) keburukan keadaan orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhan yang dipuja lagi ditaati? Maka dapatkah engkau menjadi pengawas yang menjaganya agar jangan sesat? Atau adakah engkau menyangka bahwa kebanyakan mereka mendengar atau memahami (apa yang engkau sampaikan kepada mereka)? Mereka hanyalah seperti binatang ternak, bahkan (bawaan) mereka lebih sesat lagi.” (Surah al-Furqaan : Ayat 43 – 44)

وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَٰكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ ۚ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِن تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَث ۚ ذَّٰلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا ۚ فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ [٧:١٧٦]
“Dan kalau Kami kehendaki niscaya Kami tinggikan pangkatnya dengan (sebab mengamalkan) ayat-ayat itu. Tetapi ia bermati-mati cenderung kepada dunia dan menuruti hawa nafsunya; maka perumpamaannya adalah seperti anjing, jika engkau menujunya, ia menghulurkan lidahnya termengah-mengah, dan jika engkau membiarkannya, ia juga menghulurkan lidahnya termengah-mengah. Demikianlah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlan kisah- kisah itu supaya mereka mau berfikir.” (Surah al-A’raaf : Ayat 176).

Manusia yang menerima ayat-ayat Allah swt sudah seharusnya menjadi mulia, namun mereka telah berganti menjadi hina karena mereka memperturutkan hawa nafsu.

Ayat-ayat Allah swt yang diketahuinya memancarkan cahaya pada hati dan akalnya, tetapi kegelapan nafsu membungkus cahaya itu.

Di dalam kegelapan nafsu, akal menyiapkan hujah untuk mendustakan ayat-ayat Allah swt padahal sesungguhnya dia sendiri mengetahuinya.

Tiada Kesempurnaan Tanpa Ikhlas

Allah swt membuat perumpamaan perbandingan yang hina bagi orang yang seperti ini. Mereka adalah seperti anjing yang tidak dapat berfikir dan tidak memiliki kewibawaan. Buruk sekali pandangan Allah swt terhadap orang yang mempertuhankan nafsunya.

Nafsu yang tidak mau kenyang adalah seperti anjing yang senantiasa menjulurkan lidahnya, tidak perduli walaupun berkali-kali dihalau.

Allah swt menurunkan wahyu berupa ayat-ayat yang menceritakan tentang kehinaan manusia yang menerima ayat-ayat-Nya tetapi masih juga memperturutkan hawa nafsu, supaya kisah-kisah seperti itu dapat memberi kesadaran kepada mereka.

Jika mereka kembali sadar, mereka akan keluar dari kegelapan nafsu. Dengan tuntunan ayat-ayat Allah swt yang sudah mereka ketahui, mereka akan menemui jalan yang benar.

Ayat-ayat yang diturunkan oleh Allah swt, memberi pengertian kepada Rasulullah saw bahwa cendikiawan musyrikin Arab yang menentang baginda saw, mereka berbuat demikian bukan karena tidak dapat melihat kebenaran yang dibawa oleh Baginda saw, tetapi mereka dikuasai oleh hawa nafsu.

Cahaya kebenaran yang menyala dilubuk hati mereka, ditutupi oleh kegelapan nafsu. Orang yang telah menerima cahaya kebenaran tetapi mendustakannya itulah yang diberi perumpamaan yang hina oleh Allah swt.

Cahaya kebenaran yang menyala dilubuk hati, ditutupi oleh kegelapan nafsu.

Menurut cerita dari Ibnu Abbas ra, pada zaman Nabi Musa as. ada seorang alim bernama Bal’am bin Ba’ura. Allah swt telah memberikan anugerah karunia kepada Bal’am mengenai rahasia khasiat-khasiat nama-nama Allah Yang Maha Besar.

Nabi Musa as. dan kaum Bani Israil, setelah selamat dari Firaun, mereka sampai di dekat negeri dimana Bal’am tinggal.

Raja negeri tersebut ketakutan, takut kalau-kalau negerinya diserang oleh kaum yang telah berhasil mengalahkan Firaun. Setelah bermusyawarah dengan penasehat-penasehatnya, Raja tersebut memutuskan untuk meminta pertolongan Bal’am agar menggunakan ilmunya untuk mengalahkan Nabi Musa as.

Bal’am pada mulanya enggan berbuat demikian, tetapi pada akhirnya setuju juga setelah isteri tercintanya menerima sogokan dari Raja.

Bal’am dengan kekuatan ilmunya dan kemujaraban doanya telah membuat penghalang kepada Nabi Musa as. dan kaumnya agar tidak bisa memasuki kerajaan.

Menurut cerita, doa dan perbuatan Bal’am dikabulkan Allah swt dan doa tersebut menjadi sebab kaum Nabi Musa terperangkap di Padang Teh beberapa tahun lamanya.

Ketika Nabi Musa as. mendoakan agar kaumnya dilepaskan dari halangan tersebut, Allah swt mengabulkan doa Nabi Musa as. dan pada waktu yang sama turun laknat kepada Bal’am.

Sebagian orang menganggap cerita di atas sebagai cerita Israiliyat. Rasulullah saw menentukan dasar, bahwa cerita ahlul kitab agar tidak dibenarkan atau tidak didustakan.

Cerita tersebut dibawa sekedar menunjukkan sejauh mana kekuatan nafsu menutup pandangan hati, sehingga Bal’am sanggup menentang Nabi Musa as.

walaupun dia mengetahui kebenaran kenabiannya, sebagaimana cendikiawan musyrikin Arab menentang Rasulullah saw sekalipun hati kecil mereka menerima kebenaran Baginda saw.

Menundukkan Nafsu bukanlah pekerjaan yang mudah.

Seseorang perlu kembali kepada hatinya, bukan akalnya. Hati tidak akan berbohong terhadap diri sendiri, sekalipun akal menutupi kebenaran atas perintah nafsu. Kekuatan hati adalah ikhlas.

Maksud ikhlas yang sebenarnya adalah:

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ [٦:١٦٢]
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya shalatku dan ibadahku, hidupku dan matiku, hanyalah untuk Allah Tuhan yang memelihara dan menkehendakkan sekalian alam.” (Surah al-An’aam : Ayat 162)

Abu Muhammad Sahal bin Abdullah at-Tastari menjelaskan,

نَظَرَ الأَكْيَاسُ فِي تَفْسِيرِ الإخْلَاصِ فَلَمْ تَجِدُوا غَيْرِ هَذَا: أَنْ تَكُونَ حَرَكَتُهُ وَسُكُونُهُ فِي سِرِّهِ وَعَلَانِيَتِهِ للهِ تَعَالَي لَا يُمَازِحُهُ نَفْسٌ وَلَا هَوًي وَلَا دُنْيًا
“Para akyas (cendekiawan) dalam menafsirkan ikhlas tidak lebih daripada ini; Yaitu gerak dan diamnya, di tengah kesepian atau di tengah keramaian, hanya karena Allah ta’ala. Tiada bercabang dua dengan kehendak nafsu, keinginan diri dan keinginan keduniaan.” [Kitab al-Adzkar; Bab 1, Ikhlas disertai Niat Baik melakukan Amalan yang Tampak dan yang Tersembunyi]

Diriwayatkan kepada kami dari Abul Qasil al-Qusyairi,

الإخْلَاصُ إفْرَادُ الْحَقِّ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَي فِي الطَّاعَةِ بِالْقَصْدِ وَهُوَ أَنْ يُرِيدَ بِطَاعَتِهِ التَّقَرُّبَ إلّي اللهِ تَعَالَي دُونَ شَيْءٍ آخَرَ مِنْ تَصَنُّعٍ لِمَخْلُوقٍ أَوْاكْتِسَابِمَحْمَدَةٍ عِنْدَ النَّاسِ أَوْ مَحَبَّةِ مَدْحٍ مِنَ الْخَلْقِ أَو مَعْنًي مِنَ الْمَعَانِي سِوَي التَّقَرُّبِ إلّي اللهِ تَعَالَي
“Ikhlas ialah sengaja mengesakan Allah dalam beribadah. Dengan beribadah itu, ia maksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah, bukan karena lainnya, seperti berbuat sesuatu karena makhluk, berbuat kebaikan yang terpuji di sisi manusia, suka dipuji atau lain-lainnya yang bukan taqarrub kepada Allah.” [Kitab al-Adzkar; Bab 1, Ikhlas disertai Niat Baik melakukan Amalan yang Tampak dan yang Tersembunyi]

Dalam ikhlas tidak ada kepentingan diri

Dalam ikhlas tidak ada kepentingan diri. Semuanya karena Allah swt. Selagi kepentingan diri tidak ditanam di dalam bumi dalam-dalam, selagi itu ikhlas tidak tumbuh dengan baik.

Ia menjadi sempurna apabila wujud diri itu sendiri ditanamkan. Bumi tempat menanamnya adalah bumi yang tersembunyi, jauh dari perhatian manusia lain.

Ia adalah umpama kubur yang tidak bertanda batu nisan.

Tiada Kesempurnaan Tanpa Ikhlas dalam Syarah Kitab Al Hikam oleh Prof.Ir.Agus Priyono di salin ulang untuk patriapurwakarta.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ahli Asbab dan Ahli Tajrid Syarah kitab Al Hikam

Menunda Amal Tanda Kebodohan

Mata Hati Yang Buta, Hijab Nafsu dan Hijab Akal