Mendekati Allah SWT dalam setiap situasi

JANGAN MENANTIKAN SELESAI SEGALA HALANGAN, KARENA YANG DEMIKIAN AKAN MENGHALANGI KAMU DARI MENDEKATI ALLAH SWT, SEBAB YANG DEMIKIAN AKAN MEMUTUSKANMU DARI KEWAJIBAN MENUNAIKAN HAK TERHADAP APA YANG ALLAH TELAH TETAPKAN KAMU DI DALAMNYA.
Mendekati Allah SWT
Setelah merenung Hikmat yang lalu kita telah dapat melihat dan menghayati persoalan Qadar secara terperinci hingga kepada batas hembusan satu nafas. Pada setiap waktu, kita didudukkan di dalam medan Qadar. Qadar membawa kita pada kejadian, suasana, rupa bentuk, nama-nama dan lain-lain.
Masing-masing menarik hati kita kepadanya. Apa saja yang bertindak menarik hati menjadi penghalang untuk kita mendekati Allah swt. Oleh sebab perjalanan Qadar tidak akan berhenti maka kewujudan halangan-halangan juga tidak akan habis.
Jika kita menyerah di dalam lautan Qadar, pandangan kita disilaukan oleh warna-warnanya dan kita dimabukkan oleh gelombangnya, maka selama-lamanya kita akan terhijab dari Allah swt.
Tujuan kita beriman kepada Qadha dan Qadar bukanlah untuk kita menyerah di dalam lautannya. Kita semestinya mengetahui cara untuk mengikuti alunan ombaknya dan tiupan anginnya sambil pada saat yang sama perhatian kita tertuju kepada daratan, bukan membiarkan diri kita terkubur di dasar lautan.
Perahu Asbab atau Perahu Tajrid
Ketika menghadapi ombak Qadar kita, hendaklah menjaga perahu yang kita naiki. Perahu yang digunakan tersebut apakah perahu asbab atau perahu tajrid? Jika kita menaiki perahu asbab kita perlu berdayung dan menjaga kemudinya mengikuti arah perjalanan sebab akibat. Jika kita berada dalam perahu tajrid kita akan didorong oleh kekuatan mesin tajrid tetapi kita tetap perlu mengendalikan kemudinya agar tidak lari dari daratan yang dituju.
… وَنَبْلُوكُم بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ [٢١:٣٥]
“… Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (Surah al Anbiya’ : Ayat 35)
Ibnu Umar berkata,
“Apabila engkau berada di waktu senja maka janganlah menunggu tibanya pagi, demikian juga, jika engkau berada di waktu pagi, jangan menunggu tibanya waktu petang. Pergunakan kesempatan secara bijak dan baik sebelum datangnya kesempitan menderamu.” (Riwayat Imam at Tirmidzi, no. 2255; Imam Bukhari, no. 5937)
Sahl bin Abdullah at Tustary berkata,
“Jika tiba waktu malam, maka jangan mengharap tibanya siang hari sehingga engkau menunaikan hak Allah di waktu malam itu. Dan engkau menjaga benar-benar hawa nafsumu, demikian pula bila engkau berada pada pagi hari”
Setiap Qadar yang sampai kepada kita membawa kita memasuki ruang dan waktu. Pada setiap ruang dan waktu dimana kita ditempatkan, ada kewajiban yang perlu kita laksanakan.
Hal itu merupakan amanah yang dipertaruhkan oleh Allah swt kepada kita. Qadar adalah utusan yang mengajak kita memperhatikan perbuatan Allah swt, sifat-sifat-Nya, nama-nama-Nya dan Dzat-Nya Yang Maha Suci, Maha Mulia dan Maha Tinggi.
Ketentuan Qadar, Ruang dan Waktu
Tidak ada satu Qadar, tidak ada satu ruang dan waktu dimana padanya tidak terdapat ayat-ayat atau tanda-tanda yang menceritakan tentang Allah swt. Kegagalan untuk melihat ayat-ayat Allah swt, adalah karena perhatian hanya tertumpu kepada makhluk dan kejadian yang menjadi sebab akibat yang dibawa oleh Qadar yang menempati suatu ruang dan waktu tersebut.
Apabila perhatian tertumpu kepada makhluk dan kejadian, maka makhluk dan kejadian itu menjadi hijab antara hamba dengan Allah swt. Hamba akan melihat makhluk dan kejadian mempunyai pengaruh terhadap sesuatu dan dia lupa kepada kekuasaan Allah swt yang mengendalikan segala sesuatu itu.
Kewajiban si hamba adalah menghapuskan hijab tersebut agar apapun ketentuan Qadar, ruang dan waktu dimana dia berada di dalamnya, dia tetap melihat kepada ayat-ayat Allah swt. Hatinya tidak putus bergantung kepada Allah swt. Kenangannya tidak luput dari mengingat Allah swt. Mata hatinya tidak lepas dari memperhatikan sesuatu tentang Allah swt.
Mendekati Allah, Perasaan Yang Senantiasa Bersama Allah
Kenangan dan perasaannya senantiasa bersama Allah swt. Setiap Qadar, ruang dan waktu adalah kesempatan baginya mendekatkan diri kepada Allah swt.
Hati kita dapat menuju ke dunia atau ke akhirat ketika menerima kedatangan suatu Qadar. Biasanya tarikan pada dunia kita anggap sebagai halangan, sementara tarikan pada akhirat kita anggap sebagai jalan yang menyampaikan.
Sebenarnya kedua-duanya adalah halangan karena mereka adalah alam atau makhluk yang diciptakan oleh Tuhan. Surga, bidadari, Kursi dan Arasy adalah makhluk yang Tuhan ciptakan. Alam ini kesemuanya adalah gelap gelita, yang meneranginya adalah karena terlihatnya Allah swt padanya (Hikmat 14).
Alam adalah cermin yang memperlihatkan cahaya Allah swt dimana padanya ada kewujudan Allah swt. Oleh karena itu, walaupun kita berada di dalam Qadar yang manapun, kesempatan untuk melihat Allah swt dan mendekat kepada-Nya tetap ada.
Kesempatan ini adalah hak Allah swt terhadap hamba-Nya. Hak ini wajib ditunaikan pada waktu itu juga, tidak bisa ditunda pada waktu yang lain, karena pada waktu yang lain ada hak Allah swt yang lain lagi.
Sebagian ulama memfatwakan bahwa shalat yang terlewat waktunya bisa di qadha. Sekali pun shalat dapat dibuat secara qadha tetapi hak Allah swt yang telah terlepas tidak dapat diqadha. Hamba yang benar-benar menyempurnakan kewajibannya terhadap hak Allah swt adalah mereka yang tidak berkedip mata hatinya memandang kepada Allah swt, tidak perduli apakah didudukkan dalam suasana atau Qadar seperti apapun. Setiap ruang dan waktu yang dimasukinya merupakan jembatan yang menghubungkannya dengan Tuhannya.
Mendekati Allah SWT, Syarah kitab Al Hikam reposting patriapurwakarta.com
poto dari pik wizard
Komentar
Posting Komentar