berserah diri pada allah swt memurnikan ketaatan

Berserah Diri Pada Allah SWT
Berserah Diri Pada Allah SWT

BERSERAH DIRI PADA ALLAH SWT, TIDAK SIA-SIA SESUATU MAKSUD APABILA DIMOHONKAN KEPADA ALLAH SWT, DAN TIDAK MUDAH TERCAPAINYA TUJUAN JIKA DISANDARKAN KEPADA DIRIMU SENDIRI.

Hikmat yang lalu – https://patriapurwakarta.com/sifat-kehidupan-duniawi/– menggambarkan keadaan hamba Allah swt yang mempunyai maksud yangbaik yaitu mau mengubah dunia supaya menjadi tempat kehidupan yang amansentosa, tetapi ternyata gagal melaksanakan keinginannya ketika dia bersandarkepada kekuatan dirinya sendiri.

Allah swt menyifatkan dunia sebagai tempat huru-hara dan kekeruhan. Siapa yang memasukinya pasti bertemu dengan keadaan tersebut. Kekuatan huru-hara dan kekeruhan yang ada di dunia sangatlah kuat karena Allah swt yang meletakkan hukum kekuatan itu padanya.

Percobaan untuk mengubah apa yang telah Allah swt tentukan akanmenjadi sia-sia. Allah swt yang menetapkan sesuatu perkara, hanya Dia saja yangdapat mengubahnya. Segala kekuatan, baik dan buruk, semuanya datang dari-Nya.

Oleh karena itu jika ingin menghadapi suatu kekuatan yang datang dari-Nya mestilah juga dengan kekuatan-Nya. Kekuatan yang paling kuat untuk menghadapi kekuatan yang dimiliki oleh dunia adalah kekuatan berserah diri kepada Allah swt. Kembalikan semua urusan kepada-Nya.

Semua perkara Datang dari Allah

Rasulullah saw telah memberi pengajaran dalam menghadapi bencana dengan ucapan dan penghayatan:


… قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ [٢:١٥٦]
“… Katakanlah, ‘kami datang dari Allah. Dan kepada Allah kami kembali’.” (Surah al-Baqarah : Ayat 156)

Semua perkara datangnya dari Allah swt dan akan kembali kepada Allah swt juga. Misalnya, api yang dinyalakan, dari mana datangnya jika tidak dari Allah swt dan ke mana perginya bila dipadamkan jika tidak kepada Allah swt

Apabila sesuatu maksud disandarkan kepada Allah swt, maka menjadi hak Allah swt untuk melaksanakannya. Nabi Adam as. mempunyai maksud yang baik yaitu mau menyebarkan agama Allah swt di atas muka bumi dan menyandarkan maksud yang baik itu kepada Allah swt dan Allah swt menerima maksud tersebut.

Setelah Nabi Adam as. wafat, maksud dan tujuan beliau as. diteruskan. Allah swt memerintahkan agar keinginan tersebut dipikul oleh nabi-nabi yang lain sehingga kepada nabi terakhir yaitu Nabi Muhammad saw.

Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, dakwah dipikul oleh para ulama yang menjadi pewaris nabi-nabi. Ia tidak akan berhenti selama ada orang yang menyeru kepada jalan Allah swt.

Jika dilihat dari segi perjalanan pahala maka dapat dikatakan bahwa pahala yang diterima oleh Nabi Adam as. karena maksud baiknya berjalan terus selama agama Allah swt berkembang dan selagi ada orang yang mewarisi dan meneruskan perjuangannya ini.

Sabda Rasulullah SAW,

“Akan senantiasa ada sekelompok dari ummatku yang menegakkan perintah Allah, tidak ada yang membahayakan mereka orang yang menghinakan atau menyelisihi mereka hingga datangnya hari kiamat dan mereka akan selalu menang atas manusia.” (HR Imam Muslim, no 3548, no. 3547; Imam Bukhari, no. 6905; Imam Ibnu Majah, no. 10; Imam Ahmad, no. 8128)

berserah Diri Pada Allah

Maksud menyerah diri kepada Allah SWT, bersandar kepada-Nya dan menyerahkan segala urusan kepada-Nya mesti difahami dengan mendalam.

Kita hendaklah memasang niat yang baik, dan beramal sesuai dengan maqam kedudukan kita. Allah swt lah yang menggerakkan niat dan mendorong melaksanakan amal yang bersangkutan. Cara pelaksanaannya adalah hak mutlak Allah swt. Kemungkinan kita tidak sempat melihat dasar yang kita bangun sampai siap menjadi bangunan, namun kita yakin bahwa bangunan itu akan selesai karena Allah swt mengambil hak pelaksanaannya.

Maksud dan tujuan kita tetap akan menjadi kenyataan walaupun kita sudah memasuki liang lahad. Pada waktu kita masih hidup kita hanya sempat meletakkan batu pondasinya, namun pada waktu itu mata hati kita sudah dapat melihat bangunan yang akan siap.

Salah satu doa Rasulullah saw,

اللهُمَّ رَحْمَتَكَ أَرْجُوْ فَلاَ تَكِلْنِي إلَي نَفْسِي طَرْفَةَ عَيْنٍ وَ أصْلِحْلِي شَأنِي كُلَّهُ لاَ إلَهَ إلاَ أَنْتَ

“Wahai Allah hanya rahmat-Mu lah yang kuharap, jangan lah Engkau biarkan aku (tanpa rahmat-Mu) barang sekejap matapun, dan perbaiki lah semua urusanku (oleh-Mu). Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Engkau.” (HR Imam Ahmad, no. 19535; Abu Daud, no. 4426).

Rasulullah saw sudah dapat melihat perkara yang akan terjadi sesudah baginda saw wafat, diantaranya ialah kejatuhan kerajaan Rumawi dan Persia ke tangan orang Islam ketika pemerintahan khalifah ar-rasyidah. Juga seluruh nabi-nabi dan rasul-rasul yang di utus sebelum Nabi Muhammad saw sudah dapat melihat kedatangan baginda saw sebagai penutup dan pelengkap kenabian. Begitulah tajamnya pandangan mata hati mereka yang bersandar kepada Allah swt dan menyerahkan kepada-Nya tugas untuk mengurusnya.

Tidak ada jalan bagi seorang hamba kecuali berserah diri kepada Tuannya.

Semua Hikmat dari yang pertama – https://patriapurwakarta.com/perbuatan-lahiriyah-dan-suasana-hati/ – hingga ke 33 ini – Berserah Diri Pada Allah SWT – , seandainya disambung akan membentuk satu landasan yang menuju satu arah yaitu berserah diri kepada Allah swt.

Hikmat-hikmat yang telah dipaparkan membicarakan soal pohon yang sama, diterangi dari berbagai sudut dan aspek supaya lebih jelas dan nyata bahwa hubungan sebenarnya antara seorang hamba dengan Tuhan ialah berserah diri, yaitu ridha dengan perlakuan-Nya.

Wasiat Rasulullah saw untuk Berserah Diri Pada Allah

Rasulullah saw telah mewasiatkan kepada Ibnu Abbas ra,

“Apabila kamu bermohon, maka bermohonlah kepada Allah swt. Apabila kamu meminta, maka mintalah kepada Allah swt. Dan, ketahuilah bahwa seandainya sekalian makhluk saling bantu membantu kamu untuk memperoleh sesuatu yang tidak ditulis Allah swt untuk kamu, pasti mereka tidak akan sanggup mengadakannya. Dan, seandainya sekalian makhluk mau memudaratkan kamu dengan sesuatu yang tidak ditulis Allah swt buat kamu, niscaya mereka tidak sanggup berbuat demikian. Segala buku telah terlipat dan segala pena telah kering.” (HR Imam Ahmad, no. 2666; at-Tirmidzi, no. 2440)

Diriwayatkan dari Ibrahim bin Adham yang berkata,

Tingkatan paling tinggi yaitu engkau habiskan waktumu untuk (beribadah) kepada Rabb-mu, engkau merasa tenteram kepada-Nya dengan hati, akal, dan seluruh organ tubuhmu hingga engkau tidak mengharapkan apa-apa kecuali Tuhanmu saja, tidak takut kecuali kepada dosamu, dan cinta kepada-Nya menguat di hatimu hingga engkau tidak mendahulukan cinta kepada-Nya atas cinta yang lain. Jika engkau bisa seperti itu, engkau tidak peduli lagi ketika engkau berada di daratan, atau lautan, atau tanah datar, atau gunung, kerinduanmu untuk bertemu dengan Allah adalah seperti kerinduan orang yang kehausan kepada air dingin atau seperti kerinduan orang kelaparan kepada makanan lezat, dan dzikir kepada Allah bagimu lebih nikmat daripada madu dan lebih manis daripada air tawar murni bagi orang yang kehausan di hari yang panas”.
Al-Fudhail berkata, “Berbahagialah orang yang merasa gelisah ketika berkumpul dengan orang lain, dan Allah menjadi teman duduknya”. [HR Abu Nu’aim, di Al-Hilyah 8/108].

Rasulullah saw mengajarkan doa,

“Ya Allah, aku meminta-Mu keridhaan setelah ketetapan (qadha’), kehidupan yang baik setelah kematian, kelezatan melihat wajah-Mu, rindu bertemu dengan-Mu tanpa madzarat yang membahayakan dan tanpa fitnah yang menyesatkan. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari berbuat dzalim dan didzalimi, atau menyakiti atau disakiti, atau mengerjakan dosa yang menghapus kebaikan atau dosa yang tidak Engkau ampuni.” (HR Ibnu Rajab dari Zaid bin Tsabit)

[ patriapurwakarta.com ]

foto from pexel.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ahli Asbab dan Ahli Tajrid Syarah kitab Al Hikam

Menunda Amal Tanda Kebodohan

Mata Hati Yang Buta, Hijab Nafsu dan Hijab Akal